Minggu, 06 November 2016

1

“Bulan purnama pada malam itu begitu terang, begitu indah, dan begitu jauh untuk digapai. Andaikan saja bulan itu dapat mengecil, mungkin semua orang di dunia ini pasti ingin memilikinya. Begitulah manusia, selalu menginginkan dan berusaha untuk memiliki hal-hal yang belum dimilikinya. Itu memanglah kodrat semua manusia, walau tidak menutup kemungkinan ada sebagian yang tidak.” , begitulah pikir si wanita tersebut.

Malam itu begitu damai, bunga dandelion bahkan bercahaya tak mau kalah menariknya dengan sang bulan, suara jangkrik silir-semilir saling berlantunan ditengah suara gesekan pohon dengan angin yang berhembus begitu halusnya. Tak lama angin berhembus dengan kencangnya, benih-benih dandelion berterbangan seakan angin pun ingin sesekali bergandengan bersama-sama untuk menghias malam itu. Benih dandelion pun telah memilih waktu yang tepat dengan terangnya sinar sang rembulan.

Sang wanita tersebut menutup matanya untuk menikmati indahnya malam hari itu. Wajahnya begitu damai dan bahagia dengan senyum kecil di bibirnya.

Beberapa hempasan nafas berlalu, ia membuka matanya, menundukkan sedikit kepalanya, dan sekejap menghilanglah senyum yang tadi kian menyempurnaan malam itu. Ekspresi indahnya kini mulai memudar digantikan dengan kesedihan yang lambat laun kian menyergap. Matanya kian layu, nafasnya kian berat, dan kepalanya mulai tergagap. Air mata pun tak luput jatuh jari kedua mata indahnya.

Ia pun sadar, banyak hal yang telah ia lupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar